Dalam dunia peternakan, khususnya dalam proses penangkaran atau perkawinan burung, ukuran dan jenis sangkar harus disesuaikan dari ukuran burung dan jenis paruh burung. Terdapat jenis burung, seperti jalak bali dan cucakrawa yang membutuhkan kondisi kandang penangkaran yang terisolasi dari lingkungan luar. Kandang tersebut tetap memiliki daerah yang terbuka sehingga dapat terkena sinar matahari. Hal ini disebabkan sebagian besar atap kandang tertutup terbuat dari kawat loket galvanis.
Namun, ada juga jenis burung yang tidak bermasalah dengan kondisi kandang terbuka, seperti anis kembang, perkutut dan murai batu.
Sangkar penangkaran untuk kelompok burung kakatua dan betet harus terbuat dari jenis kawat yang kuat. Kawat ini terbuat dari baja dan tahan karat serta memiliki ketebalan 0,2 cm dengan besar 4 cm. Untuk penjodohan secara paksa pada kakaktua dan nuri, dapat menggunakan sangkar berukuran 1 m x 1 m x 2,5 m. Sangkar yang dibuat untuk proses penjodohan harus merupakan ruangan terbuka dan dapat ditembus oleh sinar matahari.
Proses Perkawinan. Sistem perkawinan burung bermacam-macam, seperti monogami, poligami dan poliandri. Pada pola monogami, burung memiliki pasangan tetap atau seekor jantan berpasangan dengan seekor betina secara terus-menerus atau paling tidak dalam satu masa kawin. Pada pola poligami, seekor burung jantan dapat dijodohkan dengan beberapa ekor betina. Sementara untuk poliandri, seekor betina dapat dijodohka dengan beberapa ekor burung jantan.
Perilaku perbiakan setiap jenis burung menunjukkan perilaku yang khas. Namun, pada umumnya perilaku ini dimulai dengan pendekatan, perilaku menarik perhatian betian, percumbuan dan diakhiri dengan perkawinan. Proses perkawinan akan terjadi jika keduanya sama-sama berahi. Tanda-tanda berahi burung, diantaranya agresif, berkicau secara terus menerus dan selalu bergerak lincah. Di alam aslinya, proses perkawinan sulit untuk dideteksi. Sementara itu, proses perkawinan yang dilakukan di kandang buatan dapat terdeteksi.
Peneluran, Pengeraman dan Penetasan. Burung akan mencari atau membangun sarang sebagai betina bertelur. Jumlah telur yang dihasilkan bermacam-macam serta berbeda sesuai dengan jenis burung. Proses selanjutnya dalah pengeraman. Untuk burung monogami, burung jantan selalu menjaga sang burung betina yang mulai bertelur, mengeram, menetas hingga menyapih anaknya, selama masa bertelur, mengeram, menetas dan membesarkan piyiknya, burung betina biasanya tidak akan meninggalkan sarangnya. Pakan untuk burung betina atau piyik diberikan oleh induk jantan. Biasanya pakan diberikan kepada betina hanya sampai ambang pintu nesting-box (lubang keluar masuknya burung).
Sementara itu, burung yang memiliki pola poligami umumnya dalam pembuatan sarang, pengeraman telur dan pengasuhan anak hanya dilakukan oleh indukan betina. Dan untuk burung poliandri, pengeraman telur dan pengasuhan anak dilakukan oleh induk jantan, seperti burung kasuari. Telur yang tidak dibuahi atau infertile akan dipecahkan oleh induk betina. Selanjutnya, 1-2 bulan kemudian, burung akan kembali bertelur. Demikian pula indukan betina yang telah menghasilkan piyik. Jika piyik yang dihasilkan mati, sebulan kemudian burung akan bertelur kembali.
Memelihara Anakan. Burung memiliki sifat naluri untuk merawat dan memelihara anaknya sama halnya dengan manusia. Burung akan merawat anaknya dengan sepenuh hati, mulai dari telur sampai anaknya dapat mandiri. Selain secara alami, kini dikalangan penggemar burung telah berkembang cara pemeliharaan dan perawatan anak burung (piyik) dengan cara buatan yang disebut hand rearing.
Ada beberapa alasan pentingnya pemeliharaan piyik secara buatan, yaitu sebagai berikut :
- Kondisi cuaca yang hujan terus-menerus menyababkan kondisi kotak sangkar menjadi basah dan lembab yang dapat mengancam keselamatan piyik.
- Induk sakit atau mati sehingga tidak dapat memelihara dan merawat piyik.
- Induk baru pertama kali menghasilkan piyik sehingga belum berpengalaman dan cenderung mematuk piyik yang ditetaskan.
Terdapat faktor penting yang berkaitan langsung dengan proses pemeliharaan piyik buatan, yaitu faktor umur. Umur piyik yang baik untuk dapat dilakukan proses pemeliharaan secara buatan 2-4 minggu, bahkan ada yang kurang dari satu minggu. Hal ini dikarenakan sistem pencernaan piyik yang berumur kurang dari 2 minggu belum berkembang dengan sempurna sehingga menyulitkan dalam pemberian pakan. Ketika umur piyik lebih dari 4 minggu, piyik sudah besar dan mengenal manusia sebagai sosok yang menakutkan. Akibatnya, pemelihara akan kesulitan dalam menyuap atau memberikan pakan pada piyik. Hal tersebut, akan membuat pertumbuhan piyik akan terganggu.
Oleh karena itu, sebaiknya piyik dibiarkan dipelihara oleh indukannya secara alami. Keberhasilan hidup piyik yang dipelihara induknya secara alami dapat ditingkatkan dengan bertambahnya pengalaman penangkar dalam menangani piyik yang dipelihara induknya.